Jumat, 04 April 2008

Inovasi Baru: Anjungan Lepas Pantai Berbadan Silindris (2)

Pada Bagian 1 telah diuraikan dua karakteristik utama dari struktur jenis SSP, yaitu karakteristik struktural dan karakteristik geraknya pada saat beroperasi. Selain itu beberapa indikasi performa SSP telah terlihat dari perbandingan dengan dua jenis struktur lainnya, Drill Ship dan Semisubmersible. Bagian kedua ini akan mengulas beberapa karakteristik lain dari SSP dan sedikit lebih dalam tentang dua jenis SSP yang sekarang dikembangkan yaitu jenis SSP FPSO dan SSP Pengeboran.

Pada dasarnya konsep SSP memiliki aplikasi yang luas, mulai dari unit besar untuk laut-dalam hingga ukuran yang lebih kecil untuk produksi ladang kecil di perairan dangkal. Selain peruntukan utamanya sebagai FPSO dan unit pengeboran, sebenarnya konsep SSP menawarkan suatu solusi yang fleksibel untuk bermacam-macam keperluan. Disamping bisa digunakan sebagai FPSO fungsi-penuh untuk perairan sangat-dalam, SSP bisa juga diaplikasikan misalnya, sebagai suatu unit penyimpanan di perairan dangkal dengan riser dalam jumlah yang besar yang dikombinasikan dengan anjungan produksi terpancang.

Prinsip dasar disain SSP adalah berdasarkan pada prinsip pembangunan kapal standart dengan meniadakan bagian depan dan buritannya. Sementara itu bagian kompartemen muatan dipertahankan dan dimodifikasi hingga menjadi bentuk lambung bundar (Gambar 1). Sehingga terbentuklah disain yang kompak dengan integrasi yang sederhana antara lambung dan bangunan atasnya. Untuk aplikasi FPSO, komponen turret dan swivel yang umum dipakai pada FPSO berbadan kapal, digantikan dengan sistim tambat sebar. Proses fabrikasi panel-panel dan blok-blok strukturnya dapat dilakukan secara standart dengan elemen-elemen struktur yang relatif berukuran kecil. Dengan cirinya yang mudah dalam pembangunannya itu menyebabkan SSP dapat dibangun di banyak galangan umum dengan fasilitas standart.

gambar1.JPG

Gambar 1. Disain SSP terinspirasi oleh bagian tengah sebagai

kompartemen muatan dari struktur kapal konvensional

(sumber: Pareto’s Oil & Offshore Conference, 2006)

Bentuk lambung yang memiliki tingkat simetri yang sangat tinggi (karena berbentuk silindris) dalam konsep struktur SSP sangat mendukung pembentukannya dengan cara modul. Lambung ini disusun dari delapan jenis konstruksi modul sehingga proses pembangunannya sangat menguntungkan. Dimana faktor efisiensi dalam pembangunan dengan sistim modul didapati akan makin bertambah seiring dengan kemajuan tahap pekerjaan tersebut. Dengan adanya fakta ini, ditambah lagi dengan tidak diperlukannya perpipaan dan pengkabelan dalam tangki, maka makin menyederhanakan proses detil disain, sehingga pada akhirnya akan menurunkan biaya konstruktsi secara keseluruhannya.

Saat ini Sevan Marine memfokuskan pada dua jenis aplikasi SSP, yaitu sebagai anjungan apung produksi dan anjungan pengeboran. Unit SSP pertama, SSP Piranema dibangun di galangan Yantai Raffles di China. Pada kuartal kedua tahun 2006 telah dikirim ke galangan Keppel Verolme di Rotterdam, Belanda dan saat ini sedang dilakukan perangkaian peralaran dan fasilitas prosesing di atasnya. SSP Piranema ini direncanakan akan diinstal di ladang Piranema Brazilia pada akhir 2006 untuk masa kontrak selama 11 tahun dengan Petrobras.


Dua SSP lainnya, saat ini juga sedang dibangun di galangan Yantai Raffles. SSP kedua nantinya akan diinstal di ladang minyak Chestnut wilayah tengah Laut Utara pada pertengahan 2007 dibawah kontrak selama 2,5 tahun (dengan kemungkinan perpanjangan) dengan Venture Production. Sedang SSP ketiga dijadualkan akan dikeluarkan dari galangan pada kuartal kedua tahun 2007. Sementara itu, untuk SSP keempat yaitu SSP 300 FPSO, bagian lambungnya juga akan dibangun di
China di galangan Hantong. Pengiriman SSP 300 dari galangan diperkirakan akan dilakukan pada paruh kedua 2008.

SSP unit FPSO

Sejauh ini telah dikembangkan dua jenis SSP yaitu sebagai SSP FPSO (Floating Produksion, Storage and Offloading) dan sebagai SSP Unit Pengeboran. SSP FPSO digunakan sebagai sebuah unit terapung untuk produksi dan penyimpanan hidrokarbon. Hidrokarbon hasil eksploitasi disimpan dalam tangki-tangkai yang ada di atas lambung anjungan dan selanjutnya ditransportasikan ke daratan dengan kapal tanker atau melalui sistim pipa laut.

gambar2.JPG

Gambar 2. Salah satu jenis SSP yang diperuntukkan sebagai FPSO.

Proses offloading hidrokarbon dilakukan dengan suttle tanker yang dihubungkan dengan SSP

(sumber: www.sevanmarine.com)

Dalam lambung ajungan FPSO antara lain dilengkapi dengan sistim permesinan, generator listrik, transformator, modul-modul elektrik, sistim pengontrol kebakaran, pompa balas dan pompa muatan. Modul pembangkit listrik menyalurkan tenaga listrik ke sistim permesinan tambahan di anjungan. Sedangkan komponen utama yang terdapat di atas geladak (deck) adalah unit tempat tinggal kru yang dilengkapi dengan ruang kontrol, bengkel kerja, vesel-vesel keselamatan, landasan helikopter, derek-derek, sistim bongkar-muat minyak dan sistim katrol jangkar.

SSP FPSO juga memiliki unit pemroses hidrokarbon yang dipasang di atas geladak. Modul dan spesifikasi dari unit pemroses ini bisa bervariasi yang tergantung pada karakteristik hidrokarbon yang akan diolah, sehingga memungkinkan terdapat modul pemroses minyak, gas dan/atau air. Modul pemroses minyaknya memiliki kapasitas produksi berkisar 10.000 – 200.000 bbls.

Dalam sistim FPSO ini, minyak diangkat dari kepala sumur (wellhead) yang berada di atas reservoir, ke atas anjungan melalui satu atau lebih pipa penyalur (riser). Gas dan air yang terkandung di dalamnya dipisahkan dari minyaknya. Gas yang dihasilkan dapat diproses dalam beberapa cara. Di antaranya bisa di bakar, diinjeksikan kembali ke dalam sumur atau digunakan pada operasi pemrosesan. Air yang akan diinjeksikan kembali ke dalam reservoir atau yang akan dibuang ke laut harus sudah melalui proses pengolahan hingga memenuhi syarat keselamatan lingkungan.

Tabel 1. Beberapa ukuran SSP yang sudah dikembangkan saat ini

(sumber: Pareto’s Oil & Offshore Conference, 2006)

tabel1.JPG

Hingga September 2006, telah dikembangkan enam macam disain SSP FPSO berdasarkan kapasitas penyimpanannya (lihat Tabel 1). Dari kapasitas 300.000 bbl untuk SSP 300 FPSO dengan diameter lambung 60 m, hingga kapasitas 2 juta bbl untuk SSP 2000 FPSO. Kapasitas terbesar ini dicapai dengan diameter lambung 106 meter.

Operasi bongkar muatan minyak ke kapal tanker dilakukan melalui dua stasion pada SSP yang masing-masing berjarak 180O antara satu dengan lainnya dan jauh dari unit akomodasi. Stasion ini didisain sebagai tipe gulung (reel type station) yang memiliki alat penggulung selang minyak kecil di sampingnya. Pengujian telah dilakukan di Marintek dengan sebuah model tanker konvensional tanpa dynamic positioning (DP). Dynamic positioning (DP) merupakan suatu sistim penjaga posisi yang digunakan pada unit struktur apung dengan piranti utama berupa alat pendorong (thrusters) yang dioperasikan secara dinamis terkontrol untuk mengimbangi gaya angin, gelombang dan arus. Tujuannya adalah untuk menjaga unit apung agar tetap berada pada posisi yang telah ditentukan.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa gerak yaw tanker relatif kecil karena gerakan SSP dalam arah surge dan sway-nya jauh lebih kecil dibandingkan dengan bangunan apung berbadan-kapal. Kondisi ini akan memperkecil peluang interaksi antara dua buah wahana apung (SSP dan tanker) pada saat berlangsung operasi pemindahan muatan (offloading), sehingga meningkatkan keamanan operasionalnya.

SSP Unit Pengeboran
SSP yang diaplikasikan untuk operasi pengeboran didisain untuk mampu beroperasi di lingkungan yang ganas/ekstrem, misalnya untuk wilayah Laut Utara dengan gelombang operasional besar atau pada saat terjadi gelombang badai.

Pembangunan bagian lambung untuk unit pengeboran pertamanya dilakukan pada musim panas 2006 di galangan Hantong, China. Peralatan unit pembor direncanakan selesai diinstal dan siap untuk operasi pengeboran pada paruh pertama tahun 2009. Demikian juga untuk lambung anjungan SSP produksi keempat, sudah dibuat kontrak pembangunan di tempat yang sama. Kontrak dengan Hantong dijadualkan berlaku hingga akhir 2012, sehingga memungkinkan untuk pembangunan sembilan unit SSP berikutnya, meliputi unit pengeboran maupun unit FPSO.

gambar3.JPG
Gambar 3. Salah satu jenis SSP yang diperuntukkan sebagai unit pengeboran

di lingkungan operasi yang ganas (sumber: www.sevanmarine.com).

· Kapasitas SSP unit Pengeboran:

Dengan kapasitas beban geladak yang besar, SSP unit pengeboran mampu menyimpan hingga 12.500 ft riser, kata manager proyek SSP unit Pengeboran, Bjorn Egil Gustavsen. Selain itu SSP dirancang memiliki kapasitas penampung lumpur dan penyimpan bentonite dan barite dalam volume besar, kapasitas derek pengangkat yg tinggi serta memiliki sistim kompensator gerak. Untuk memberikan station-keeping yang efisien dipakai sistim DP-3 (DP-3 adalah sistim dynamic positioning kelas 3 yang merupakan kelas tertinggi, yang telah teruji kemampuannya untuk lingkungan perairan ganas, misalkan pada pengujian di daerah ekstrim Timur Canada).

Unit SSP ini memiliki kapasitas penyimpanan untuk minyak dan material habis-pakai yang besar dibandingkan dengan drillship atau semisubmersible sehingga mampu meminimalkan aktivitas pemasokan dan fasilitas operasi jarak jauh. Jika diperlukan, SSP ini mampu untuk menampung minyak dalam lambungnya hingga 200.000 bbl.

Kombinasi antara kemampuan gerak yang baik dan kapasitas beban geladak serta kapasitas penyimpanan yang besar, menjadikan SSP sangat cocok untuk operasi pengeboran di perairan yang ganas. Unit driling SSP ini memiliki cadangan stabilitas yang tinggi, artinya peralatan yang lebih berat dapat ditempatkan di posisi yang lebih tinggi dibandingkan pada semisubmersible. Untuk kondisi Laut Utara unit ini mampu beroperasi pada tinggi gelombang signifikan hingga 8m (ekivalen dengan puncak gelombang hingga 14,8m).

· Ramah lingkungan dengan operasi aman:

Menurut Sevan Marine, disain SSP juga ramah lingkungan dan aman dalam operasionalnya. Hal ini karena telah memenuhi peraturan untuk seluruh wilayah operasi dengan lingkungan sensitif. Sistim pembuangannya adalah jenis tertutup dengan buangan nol dengan dilengkapi sistim manajemen limbah dan menggunakan mesin rendah emisi. Untuk menjamin keamanan operasi dipakai cadangan stabilitas tinggi dan konstruksi lambung dan pondasi ganda. Kapasitas penyimpanan internalnya memungkinkan SSP melakukaan pengujian lanjut terhadap sumur yang diperlukan untuk wilayah operasi dengan lingkungan sensitif seperti di Laut Barents.

Dalam disain digunakan derek dua geladak guna menjamin keamanan operasi pengangkatan, dimana penangangan pipa-pipa dilakukan secara otomatis. Tingkat otomatisasi operasi pengboran juga ditingkatkan hingga pada level tinggi. Terdapat juga sebuah derek tunggal untuk aktivitas-aktivitas offline. Misalnya penanganan drillpipe atau casing dapat dilakukan secara terpisah, sementara operasi pengeboran sedang berlangsung. Derek ini juga dapat memindahkan riser hinggga 11 m menjauh dari pusat pengeboran, sehingga Christmas tree dapat diinstal tanpa mencabut riser. Dengan demikian makin mempersingkat waktu operasi

pengeboran.

Bahkan untuk mengantisipasi operasi pengeboran di daerah kutub, disain SSP telah disiapkan untuk musim dingin dan seluruh peralatan yang sensitif dilindungi secara khusus. Konstruksi bajanya dirancang tahan terhadap temperatur hingga -20OC, termasuk di Laut Barents.

Penutup

Bahwasanya saat ini Brazil sedang berpacu dengan program swasembada migasnya yang ditargetkan akan tercapai pada tahun 2010. Pada tahun itu diproyeksikan produksi minyaknya mencapai 2,3 MMb/d. Dalam rangka merealisasikan proyek tersebut, Petrobras menggagas 13 proyek utama. Di luar itu, saat ini delapan unit produksi sedang dalam pembangunan. SSP FPSO Piranema adalah menjadi salah satunya. Tujuh anjungan lainnya adalah P-34 (Jubarte), FPSO Cidade de Vitoria (Golfinho module 2), P-52 (Rancodor), P-53 (Marlim Leste), P-51 (Marlim Sul), FPSO Rio de Janeiro (Espadarte) dan P-54 (Rancodor).

Sementara di tahun 2006 ini, unit yang akan segera diinstal dan dioperasikan adalah P-45 di ladang Jubarte (Campos Basin) dengan kapasitas produksi 60 ribu bl/d, SSP-300 di ladang Piranema (di Sergipe) dengan produksi 20 ribu bl/d dan unit Golfinho Fase 1 dengan produksi harian 100 ribu barel yang akan diinstal di ladang Golfinho (Espirito Santo Basin).

Dengan demikian, ladang Piranema Brazil nantinya akan menjadi saksi pembuktian performansi konsep disain SSP, terutama untuk SSP-300 FPSO sebagai produk perdananya, seperti yang telah diklaim oleh pihak disainernya sebagaimana diuraikan di atas. Sekaligus hal ini juga sebagai penantian kita semua atas tekat-kuat Brazil dengan cita-cita besar industri migasnya. Mampukah keduanya terwujud? Yah, kita lihat saja, sembari menanti upaya-upaya besar dan mulia dari PERTAMINA untuk industri migas Indonesia kita tercinta. [@rwp].

Bahan bacaan

  1. “The SSP: A New Class of Hull for the Oil Industry”, Kåre Syvertsen, MSc / Sevan Marine AS, Clovis Lopes, Ph.D. / Sevan Marine do Brasil
  2. Sevan Marine Comp., http://www.sevanmarine.com/index.php
  3. Nick Terdre, “Cylindrical drilling platform tailored for deepwater and ultra-harsh environments”, Offshore Magazine, August 2006, www.offshore-mag.com.
  4. Sevan Marine ASA, “Pareto’s Oil & Offshore Conference”, Presentation material, Oslo, September 6, 2006
  5. Wertheim, P.H and Abrantes, D., “2010 target looms: Drive for self-sufficiency pushes action offshore Brazil”, Offshore Magazine, July 2006, www.offshore-mag.com.

pekerjaan tiang bor

Tentang perencanaan pondasi tiang bor, saya yakin banyak yang tahu. Khususnya bagi para sarjana teknik sipil, karena telah diberikan pada mata kuliah teknik pondasi. Selain itu, cukup banyak buku-buku yang menggambarkan secara jelas illustrasi tentang pondasi tersebut.

Tetapi jika dikaitkan dengan pelaksanaan sesungguhnya di lapangan, saya juga yakin, nggak setiap yang punya gelar sarjana teknik sipil berkesempatan mengetahuinya secara detail. Bagi yang tahu, biasanya itu karena pernah terjun langsung di proyek dan melihat dengan mata kepala sendiri. Kenapa ? Karena literatur berkaitan dengan hal tersebut, tidak gampang diperoleh ! Apalagi yang berbahasa Indonesia. Kenapa itu bisa terjadi, padahal ahli-ahli pelaksana pondasi tiang bor di Indonesia sudah banyak ?

Kenapa ya ?

Ya maklum, kita mayoritas khan budaya lesan. Jadi menceritakannya secara lesan sudah cukup, ngapain harus dituliskan. Selain ngabisin waktu, juga nggak ada faedahnya.

Benarkah demikian ?

Sebagai engineer yang penulis, tentu saya tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Menulis juga berarti merenung kembali apa yang diterima hari ini. Bisa-bisa ‘itu’ dapat menjadi suatu kompetensi baru untuk modal dikembangkan lebih lanjut. Dengan menuliskan pula, kita bisa mendapat koreksi dari orang lain, apakah yang kita terima (pahami) sudah benar atau belum. Jadi ada feed-back gitu. Selain itu, bagi pembaca yang belum tahu, tulisan tersebut dapat menjadi pencerahan

Ok pak. Saya memang nunggu Bapak bercerita, yang menarik ya Pak ! :mrgreen:


Pekerjaan pemetaan pada lokasi sebelum alat-alat proyek didirikan.

Pekerjaan pondasi umumnya merupakan pekerjaan awal dari suatu proyek. Oleh karena itu yang penting adalah dilakukan pemetaan terlebih dahulu. Ini adalah gunanya ilmu ukur tanah. Umumnya yang ngerjain adalah alumni stm geodesi. Proses ini sebaiknya sebelum alat-alat proyek masuk, karena kalau sesudahnya wah susah itu untuk ‘nembak’-nya. Dari pemetaan ini maka dapat diperoleh suatu patokan yang tepat antara koordinat pada gambar kerja dan kondisi lapangan. Bayangin jika salah kerja di tempat orang lain. Bisa kacau itu.


Excavator mempersiapkan areal proyek agar alat-alat berat yang lain bisa masuk.

Pekerjaan pondasi tiang bor memerlukan alat-alat berat pada proyek tersebut. Disebut alat-alat berat memang karena bobotnya itu yang berat, oleh karena itu manajer proyek harus dapat memastikan perkerjaan persiapaan apa yang diperlukan agar alat yang berat tersebut dapat masuk ke areal dengan baik. Jika tidak disiapkan dengan baik, bisa saja alat berat tersebut tercebur kesungai misalnya.


Bahkan bila perlu, dipasang juga pelat-pelat baja.

Pelat baja tersebut dimaksudkan agar alat-alat berat tidak ambles jika kekuatan tanahnya diragukan. Jika sampai ambles, untuk ‘ngangkat’ itu saja biayanya lebih besar dibanding biaya yang diperlukan untuk mengadakan pelat-pelat tersebut. Perlu tidaknya pelat-pelat tersebut tentu didasarkan dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, nggak ada itu di buku teks. Itu yang saya maksud dengan ’seni’ agar pekerjaan lancar. Coba, di buku mana itu ada.


Pekerjaan penulangan pondasi tiang bor.

Paralel dengan pekerjaan persiapan, maka pembuatan penulangan tiang bor telah dapat dilakukan. Ini penting, karena jangan sampai sudah dibor, eh ternyata tulangannya belum siap. Jika tertunda lama, tanah pada lubang bor bisa rusak (mungkin karena hujan atau lainnya). Bisa-bisa perlu dilakukan pengerjaan bor lagi. Pemilihan tempat untuk merakit tulangan juga penting, tidak boleh terlalu jauh, masih terjangkau oleh alat-alat berat tetapi tidak boleh sampai mengganggu manuver alat-alat berat itu sendiri.


Ada yang lebih gede lagi nggak pak, hanya diameter 800 mm ?

Ada, sampai diameter 1 m lebih, tapi prinsipnya hampir sama koq. O ya, kedalaman pondasi adalah sampai tanah keras (SPT 50) dalam hal ini adalah 17-18 m (lokasi di Bogor).

Jika alat-alat berat sudah siap, juga tulangan-tulangannya, serta pihak ready mix concrete-nya sudah siap, maka dimulailah proses pengeboran. Skema alat-alat bornya adalah.

Gambar diatas bisa menggambarkan secara skematik alat-alat yang digunakan untuk mengebor. Dalam prakteknya, mesin bor-nya terpisah sehingga perlu crane atau excavator tersendiri seperti ini.


Perhatikan mesin bor warna kuning belum dipasangkan dengan mata bornya yang dibawah itu. Saat ini difoto, alat bor sedang mempersiapkan diri untuk memulai.

Kecuali alat bor dengan crane terpisah, pada proyek tersebut juga dijumpai alat bor yang terintegrasi dan sangat mobile. Mungkin ini yang lebih modern, tetapi kelihatannya jangkauan kedalamannya lebih terbatas dibanding yang sistem terpisah. Mungkin juga, karena diproyek tersebut ada beberap ukuran diameter tiang bor yang dipakai.

Jadi pada gambar-gambar nanti, fotonya gabungan dari dua alat tersebut. Jangan bingung ya.

Pengeboran

Ini merupakan proses awal dimulainya pengerjaan pondasi tiang bor, kedalaman dan diameter tiang bor menjadi parameter utama dipilihnya alat-alat bor. Juga terdapatnya batuan atau material dibawah permukaan tanah. Ini perlu diantisipasi sehingga bisa disediakan metode, dan peralatan yang cocok. Kalau asal ngebor, bisa-bisa mata bor-nya stack di bawah. Biaya itu. Ini contoh mesin bor dan auger dengan berbagai ukuran siap ngebor (bukan inul lho).

Setelah mencapai suatu kedalaman yang ‘mencukupi’ untuk menghindari tanah di tepi lubang berguguran maka perlu di pasang casing, yaitu pipa yang mempunyai ukuran diameter dalam kurang lebih sama dengan diameter lubang bor.

Perhatikan mesin bor-nya beda, tetapi pada prinsipnya cara pemasangan casing sama: diangkat dan dimasukkan pada lubang bor. Tentu saja kedalaman lubang belum sampai bawah, secukupnya. Kalau nunggu sampai kebawah, maka bisa-bisa tanah berguguran semua. Lubang tertutup lagi. Jadi pemasangan casing penting.

Setelah casing terpasang, maka pengeboran dapat dilanjutkan. Gambar di atas, mata auger sudah diganti dng Cleaning Bucket yaitu untuk membuang tanah atau lumpur di dasar lubang.

Jika pekerjaan pengeboran dan pembersihan tanah hasil pengeboran dan akhirnya sudah menjadi kondisi tanah keras. Maka untuk sistem pondasi Franky Pile maka bagian bawah pondasi yang bekerja dengan mekanisme bearing dapat dilakukan pembesaran. Untuk itu dipakai mata bor khusus, Belling Tools sebagai berikut.

Belling Tools

Cleaning Bucket dan Belling Tools

Akhirnya setelah beberapa lama dan diperkirakan sudah mencapai kedalaman rencana maka perlu dipastikan terlebih dahulu apakah kedalaman lubang bor sudah mencukupi, yaitu melalui pemeriksaan manual.

Check kedalaman lubang bor

Perlu juga diperhatikan bahwa tanah hasil pemboran perlu juga dichek dengan data hasil penyelidikan terdahulu. Apakah jenis tanah adalah sama seperti yang diperkirakan dalam menentukan kedalaman tiang bor tersebut. Ini perlu karena sampel tanah sebelumnya umumnya diambil dari satu dua tempat yang dianggap mewakili. Tetapi dengan proses pengeboran ini maka secara otomatis dapat dilakukan prediksi kondisi tanah secara tepat, satu persatu pada titik yang dibor.

Apabila kedalaman dan juga lubang bor telah ’siap’, maka selanjutnya adalah penempatan tulangan rebar.

Jika perlu, mungkin karena terlalu dalam maka penulangan harus disambung di lapangan. Ngangkatnya bertahap.

Ini kondisi lubang tiang bor yang siap di cor.

Pengecoran beton :

Setelah proses pemasangan tulangan baja maka proses selanjutnya adalah pengecoran beton. Ini merupakan bagian yang paling kritis yang menentukan berfungsi tidaknya suatu pondasi. Meskipun proses pekerjaan sebelumnya sudah benar, tetapi pada tahapan ini gagal maka gagal pula pondasi tersebut secara keseluruhan.

Pengecoran disebut gagal jika lubang pondasi tersebut tidak terisi benar dengan beton, misalnya ada yang bercampur dengan galian tanah atau segresi dengan air, tanah longsor sehingga beton mengisi bagian yang tidak tepat.

Adanya air pada lobang bor menyebabkan pengecoran memerlukan alat bantu khusus, yaitu pipa tremi. Pipa tersebut mempunyai panjang yang sama atau lebih besar dengan kedalaman lubang yang dibor.


Cukup panjang khan. Inilah yang disebut pipa tremi. Foto ini cukup menarik karena bisa mengambil gambar mulai dari ujung bawah sampai ujung atas. Ujung di bagian bawah agak khusus lho, nggak berlubang biasa tetapi ada detail khusus sehingga lumpur tidak masuk kedalam tetapi beton di dalam pipa bisa mendorong keluar. Mau tahu detailnya ?

Yang teronggok di bawah adalah corong beton yang akan dipasang di ujung atas pipa tremi, tempat memasukkan beton segar.

Yang di bawah ini pekerjaan pengecoran pondasi tiang bor di bagian lain, terlihat mesin bor (warna kuning) yang difungsikan crane-nya (mata bor nya nggak dipasang, mesin bor non-aktif).


Posisi sama seperti yang diatas, yaitu pipa tremi siap dimasukkan dalam lobang bor.


Pipa tremi sudah berhasil dimasukkan ke lubang bor. Perhatikan ujung atas yang ditahan sedemikian sehingga posisinya terkontrol (dipegang) dan tidak jatuh. Corong beton dipasang. Pada kondisi pipa seperti ini maka pengecoran beton siap. Truk readymix siap mendekat.


Pada tahap pengecoran pertama kali, truk readymixed dapat menuangkan langsung ke corong pipa tremi seperti kasus di atas. Pada tahap ini, mulailah pengalaman seorang supervisor menentukan.
Kenapa ?

Karena pipa tremi tadi perlu dicabut lagi. Jadi kalau beton yang dituang terlalu banyak maka jelas mencabut pipa yang tertanam menjadi susah. Sedangkan jika terlalu dini mencabut pipa tremi, sedangkan beton pada bagian bawah belum terkonsolidasi dengan baik, maka bisa-bisa terjadi segresi, tercampur dengan tanah. Padahal proses itu semua kejadiannya di bawah, di dalam lobang, nggak kelihatan sama sekali. Jadi pengalaman supervisi atau operator yang mengangkat pipa tadi memegang peran sangat penting. Sarjana baru lulus pasti kesulitan mengerjakan hal tersebut. Pada kasus ini, tidak hanya teori, lha itu seninya di lapangan. Perlu feeling yang tepat. Ingat kalau salah, pondasi gagal, cost-nya besar lho.


Jangan sepelekan aba-aba seperti di atas. Belum tentu seorang sarjana teknik sipil yang baru lulus dengan IP 4.0 bisa mengangkat tangan ke atas secara tepat. Karena untuk itu perlu pengalaman. Jadi menjadi seorang engineer tidak cukup hanya ijazah sekolah formil, perlu yang lain yaitu pengalaman yang membentuk mental engineer. Jadi jangan sekedar kerja, misalnya jualan MLM gitu, mana bisa jadi engineer yang baik, meskipun duitnya gede (katanya).

Jika beton yang di cor sudah semakin ke atas (volumenya semakin banyak) maka pipa tremi harus mulai ditarik ke atas. Perhatikan bagian pipa tremi yang basah dan kering. Untuk kasus ini karena pengecoran beton masih diteruskan maka diperlukan bucket karena beton tidak bisa langsung dituang ke corong pipa tremi tersebut.


Adanya pipa tremi tersebut menyebabkan beton dapat disalurkan ke dasar lubang langsung dan tanpa mengalami pencampuran dengan air atau lumpur. Karena BJ beton lebih besar dari BJ lumpur maka beton makin lama-makin kuat untuk mendesak lumpur naik ke atas. Jadi pada tahapan ini tidak perlu takut dengan air atau lumpur sehingga perlu dewatering segala. Gambar foto di atas menunjukkan air / lumpur mulai terdorong ke atas, lubang mulai digantikan dengan beton segar tadi.

Proses pengecoran ini memerlukan supply beton yang continuous, bayangkan saja bila ada keterlambatan beberapa jam. Jika sampai terjadi setting maka pipa treminya bisa tertanam lho dibawah dan nggak bisa dicabut. Sedangkan kalau keburu di cabut maka tiang beton bisa tidak continue. Jadi bagian logistik / pengadaan beton harus memperhatikan itu.


Jika pengerjaan pengecoran dapat berlangsung dengan baik, maka pada akhirnya beton dapat muncul dari kedalaman lobang. Jadi pemasangan tremi mensyaratkan bahwa selama pengecoran dan penarikan maka pipa tremi tersebut harus selalu tertanam pada beton segar. Jadi kondisi tersebut fungsinya sebagai penyumbat atau penahan agar tidak terjadi segresi atau kecampuran dengan lumpur.

Sampai tahap ini pekerjaan tiang bor selesai. Sebenarnya ada hal lain yang mahasiswa saya bisa laporkan yaitu pelaksanaan pengujian beban atau Loading Test 150% kapasitas. Wah menarik lho. Tapi nanti dulu ya pada artikel lain.

Prospek Insinyur Sipil di Industri Oil-Gas

Rinto`haloho comments : Ini merupakan tulisan dari sdr. Badaruddin (Civil & Structure Engineer), alumni teknik sipil UGM yang bekerja di industri Oil & Gas. Agar enak di baca maka beberapa kalimatnya diedit, tanpa mengubah arti. Semoga menjadi infomasi yang bermanfaat karena menurut beliau, “salary” di industri tersebut cukup menarik. :D

Tulisan ini terinspirasi oleh pertanyaan seorang bapak, teman ngobrol di kereta saat pulang dari Madiun ke Jakarta, yaitu: “Lulusan teknik sipil kok bisa kerja di industri oil dan gas, ya ?”. Itu tercetus setelah mengetahui bahwa saya yang berkarir di sektor industri oil & gas ternyata lulusan teknik sipil.

Mungkin dalam benak bapak tersebut, “industri oil and gas adalah tempat kerja para lulusan teknik geologi, teknik perminyakan, teknik kimia dll”. Mungkin banyak teman-teman pembaca yang lain, juga bepikir demikian. Betul khan.

Selanjutnya bapak tersebut mengajukan pertanyaan yang lebih detil: “Apa yang bisa dikerjakan oleh lulusan teknik sipil di industri oil and gas, yang sesuai bidang ilmunya ?”.

Mendengar itu, dalam hati saya berpikir “Sepertinya bapak ini lupa, kalau ilmu teknik sipil itu merupakan nenek moyang atau embrionya semua ilmu teknik lainnya“. Setahu saya, jurusan teknik mesin UGM belum ada ketika universitas tersebut didirikan. Baru setelah selang beberapa tahun, itupun merupakan pecahan jurusan teknik sipil.

Rasanya bapak tersebut perlu penjelasan yang lebih detail tentang peranan insinyur sipil khususnya di industri oil and gas.

Secara garis besar saya menekankan bahwa hampir setiap aktivitas di sektor industri oil & gas memerlukan sarjana lulusan teknik sipil. Semua aktivitas tersebut memerlukan fasilitas ruang, fasilitas ruang inilah yang menjadi tugas lulusan teknik sipil untuk menyediakannya, baik bekerja sebagai perancang (konsultan), pelaksana (kontraktor) ataupun pengawas pelaksanaan (konsultan pengawas).

Di sektor industri oil and gas, khususnya perusahaan – perusahaan yang dikenal sebagai owner (pertamina dan kontraktor production sharing), lulusan teknik sipil paling banyak kita temukan berkarir pada dua departemen yaitu Facility Engineering Department serta Supply Chain Management Department.

Apa itu, baiklah saya akan menerangkan satu persatu, sbb :

Facility Engineering Department.

Garis besar tugas dari facility engineering adalah menyiapkan semua fasilitas yang dibutuhkan perusahaan untuk menjalankan aktifitas produksinya, mulai dari sumur gas / minyak sampai minyak / gas tersebut siap untuk diexport.

Fasilitas tersebut berupa pipa penyalur gas / minyak (flow line, trunk line serta pipe line), pabrik pengolahan minyak/gas (plant), pelabuhan (port), jalan (acces road), termasuk didalamnya fasilitas pendukung yang dibutuhkan oleh karyawan untuk menjalankan semua aktifitas tersebut berupa camp perumahan, mess hall, sport hall serta fasilitas lainnya.

Item – item pendukung tersebut (pondasi, pelabuhan dll) merupakan pekerjaan yang harus ditangani oleh sarjana lulusan teknik sipil mulai dari perancangan, konstruksi serta pengawas pelaksanaan. Di sini, seorang civil engineer harus bisa bekerja sama dengan disiplin engineer lainnya, karena hasil rancangan yang dihasilkan merupakan satu kesatuan.

Apabila salah satu pekerjaan dari satu disiplin engineer keliru atau salah maka akan mengakibatkan disiplin engineer lainnya akan salah pula. Sehingga fasilitas tersebut tidak dapat digunakan untuk produksi, misalnya :

  • satu vessel berupa separator, equipment ini dirancang oleh mechanical engineer dan akan di install diatas pondasi yang dirancang oleh civil engineer, apabila tidak ada koordinasi yang baik diantara keduanya tentunya equipment tersebut tidak dapat terinstall dengan baik.
  • untuk fasilitas plant (onshore / didarat) , disana terdapat banyak equipment berupa mesin baik pompa, compressor dll, serta vessel dan system perpipaan, semua equipment tersebut memerlukan pondasi sebagai dudukan, shelter sebagai pelindung, rak pipa serta fasilitas platform untuk mendukung pekerjaan operasional serta maintenance atau perawatan.

Pertanyaan Bapak teman ngobrol itu nggak salah juga. Ada benarnya, selama kuliah di jurusan teknik sipil, dosennya lebih banyak memberi contoh aplikasi bangunan-bangunan publik, misalnya high-rise building, jembatan, bendungan, pelabuhan umum serta bangunan publik lainnya. Hal ini berdampak sehingga para lulusanya hampir tidak pernah berpikir untuk bekerja di industri oil and gas. Mereka langsung tertuju pada perusahaan – perusahaan BUMN yang bergerak di bidang jasa konstruksi publik seperti PT. Hutama Karya, Jaya Konstruksi, Pembangunan Perumahan dll.

Adapun perusahaan kontraktor yang bergerak pada industri oil and gas, misalnya : PT. Inti Karya Persada Teknik, PT. Kelsri, PT, Kellog Brown & Root, serta Technip terasa asing bagi fresh graduate lulusan teknik sipil.

Penulis berharap, tulisan ini dapat membuka wawasan mahasiswa teknik sipil, sehingga ke depannya : orientasi mencari pekerjaan tidak terbatas hanya pada konsultan atau kontraktor bangunan public, tetapi mulai melirik ke konsultan serta kontraktor bahkan owner di dunia industri oil & gas, sehingga sejak dini mempersiapkan diri kesana.

Penting untuk diketahui bahwa rate salary yang diberikan perusahaan di dunia industri oil & gas lebih layak dibandingkan dengan perusahaan di sektor public.

Apa yang harus disiapkan untuk menjadi engineer di sektor industri oil & gas?

Apa bedanya dengan menjadi civil engineer di sector public ?.

Sektor industri oil and gas di Indonesia masih banyak diramaikan oleh perusahaan – perusahaan asing, baik sebagai owner maupun konstruktor (perusahaan EPC, engineering procurement & construction), sehingga spesifikasi pekerjaan yang disyaratkan merujuk ke negara-negara pemegang saham dari perusahaan tersebut, misalnya Amerika. Perencanaan beton merujuk ke ACI-318, struktur baja merujuk ke AISC, peraturan pembebanan merujuk ke ASCE 7 dan peraturan-peraturan lainnya seperti ANSY dan API.

Untuk itu para mahasiswa yang tertarik, maka sebaiknya akan membiasakan diri dengan peraturan-peraturan tersebut, sehingga tidak asing lagi saat bekerja.

Wir’s comment : penjelasan tentang Supply Chain Management Department mungkin menyusul , begitu khan mas Badar ?.

<>

Ada saudara ingin berbagi pengalaman ttg oil dan gas, ini foto-fotonya, jika mas Badaruddin memperlihatkan site di darat, yang ini di laut. Bagi yang nggak bisa renang, jangan mimpi deh.

Categories: Civil Engineer · Inspiration · engineering · informasi · teknik sipil

Kamis, 03 April 2008

Berani hidup atau berani mati ?

Apa yang ada di dalam benak anda, terhadap kata-kata pada judul kalimat di atas. Tiap orang bisa punya pendapat yang berbeda-beda. Ada yang mengaitkan dengan pejuang kemerdekaan , dimana mereka berhasil melakukan perlawanan meskipun hanya bersenjata bambu runcing. Itu semua menyebabkan banyak orang-orang tua dulu menceritakan mereka sebagai pasukan atau prajuri gagah perkasa yang berani mati.

Tetapi ada juga sebagian orang yang mengkaitkan dengan “manusia bom bunuh diri“, yang menurut mereka adalah juga orang-orang berani mati. Tapi ada juga sebagian orang lain, bahkan satu golongan agam yang berpendapat bahwa “manusia bom bunuh diri” tersebut sebenarnya bukan berani mati, tetapi pengecut karena nggak berani hidup.

Lho koq bisa begitu.

Ya benar, argumentasi mereka adalah bahwa kita diciptakan di dunia ini untuk suatu misi, waktunya terbatas, nanti Tuhan yang akan menentukannya kapan kembali lagi ke pencipta (surga). Misi yang dimaksud adalah mulia, yaitu untuk memuliakan Tuhan , untuk berguna bagi sesama dan diri sendiri. Misi tersebut nggak gampang, karena setiap manusia diciptakan dengan keterbatasannya masing-masing, nggak ada yang sempurna begitu maksudnya. Meskipun dari luar ada yang kelihatan berat (penuh kegagalan), dan ada yang kelihatan ringan (penuh kesuksesan), tetapi kenyataan banyak juga dilihat ada orang yang gagah / kaya tapi mati bunuh diri. Tapi ada juga yang cacat, masih berupaya untuk tetap hidup. Ya begitulah manusia, dengan misterinya masing-masing. Untuk itulah manusia harus berupaya dan berusaha yang terbaik yang dapat dilakukan.

Jadi yang telah melakukan bom bunuh diri itu jelas nggak berhasil memenuhi misi yang dimaksud, karena dengan membunuh dirinya sendiri itu berarti tidak menghormati kehidupan yang telah Tuhan ciptakan untuknya, juga karena telah membunuh sesamanya itu Tuhan akan lebih marah lagi karena ciptaannya yang lain juga dibunuhnya. Selanjutnya meskipun kadang-kanda mengatas namakan agama terhadap tindakannya itu tetapi nggak setiap orang yang beragama sama akan bangga dengan tindakannya itu. Jika orang saja tidak bangga, bagaimana Tuhannya bisa lebih bangga, pasti akan kecewa berat.

Mengacu pada uraian di atas berarti berani hidup adalah lebih hebat dan mulia dibanding berani mati. Iya khan.

Pak Wir ! Ingat pak, ini blog bapak sudah terkenal membicarakan tentang structural engineer, kenapa sekarang bapak banyak cerita tentang masalah sosial atau keyakinan hidup sih ? Bapak ini masih dosen teknik sipil atau sekarang mau jadi pendeta ?

Eh, ada yang complaint tho. Sabar, sabar, dengarkan dulu ya.

Kalau melihat pertanyaan anda, saya yakin anda baru bangga-bangganya jadi engineer, mungkin baru awal-awalnya terjun di dunia civil engineering. Kelihatan bersemangat sekali gitu. Ingat bidang kita adalah civil engineering, kenapa civil kenapa nggak strength engineering gitu. Coba jawab hayo. Jadi bidang kita ini lebih dekat dengan masyarakat atau civil society, tugas kita memberikan solusi fisik agar masyarakat puas. Jadi karena misi kita adalah juga masyarakat maka mestinya aspeknya luas dan tidak hanya terbatas pada angka-angka dan formula. Itu penting tapi hanya modal, itu hanya alat, untuk yang memakai harus dibekali suatu visi yang lebih tinggi, filosofis gitu. Termasuk juga hakekat kehidupan ini juga. Karena untuk hidup, tidak hanya sekedar berani saja. Perlu juga pengetahuan yang benar agar kehidupan tadi juga berguna ke diri dan sesama dan ujung-ujungnya ke Bapanya di Surga.

Kembali ngomongin surga lagi. Itu khan masalah orang-orang tua pak, kita yang masih muda ini yang penting produktivitas dan kreativitas. Gitu khan pak !

Ya, memang anak muda memang begitu. Baiklah agar ada kaitannya omongan saya di atas dengan bidang kita yaitu civil engineering saya akan perlihatkan fakta yang tertangkap kamera mahasiswa saya di UPH yaitu Wiwin, nama lengkapnya adalah Wiwin Sudharsono (NIM 02120050015) yang sedang melakukan kerja praktek.

Saudara Wiwin mungkin terinspirasi perkuliahan baja yang aku berikan, dimana aku sering bercerita (mendongeng) bagaimana serunya pelaksanaan konstruksi baja dibanding beton. Ya benar, dalam intro perkuliahanku, selalu kuceritakan bahwa dalam struktur baja tidak hanya soal hitung-menghitung tetapi ada juga aspek detail-fabrikasi-transportasi-dan-erection. Aspek-aspek tersebut harus dipikirkan mulai dari cara pemodelan sampai detail yang digambarkan dan akhirnya dapat dilaksanakan. Mungkin karena uraian saya tersebut maka mahasiswa saya mempunyai energi hebat untuk nongkrongi pelaksanaan erection stuktur baja dan mengabadikan peristiwa-peristiwa menarik yang terjadi.

Kelihatannya sepele, tapi coba anda suruh anak muda untuk tiba-tiba menongkrongi seharian proyek di lapangan terbuka. Nggak gampang lho. Apalagi itu nggak perlu ditungguin. Tetapi kalau dikasih motivasi yang tepat, he, he, he, anak-anak muda yang idealis itu akan sanggup seharian. Hebat khan mahasiswa-mahasiswaku.

Bayangkan, jika saya diumur kepala empat ini disuruh nunggu seharian di lapangan terbuka, wah tenaganya pasti habis. Ya gimana lagi, sudah lama makan dari gaji dosen, jadi fisiknya sudah manja, jadi orang kantoran gitu. Tetapi karena punya murid dan sering nulis ide-idenya (seperti saat ini) maka itu semua dapat menginspirasi mereka. Saya sering memotivasi mereka ketika konsultasi kerja praktek, tentang aspek-aspek menarik yang dapat mereka tangkap di lapangan. Bayangkan, aspek-aspek yang aku sampaikan sifatnya spesifik tergantung kerja praktek yang dilakukan. Setiap anak bisa beda-beda. Yah, gimana lagi, pengalaman lapangan lebih dari 10 tahun, selain itu suka merenung dan baca artikel, maka cukup lumayanlah wawasan yang aku punya. Jadi meskipun tetap duduk tertib di ruang jurusan teknik sipil uph, tetapi mata, telinga dan pikirannya kemana-mana, karena dibawa oleh mahasiswa-mahasiswa saya tersebut. Jadi dengan kondisi seperti itu maka pepatah “orang kaya tambah kaya” juga berlaku, dalam hal ini adalah ”orang berpengetahuan semakin bertambah pengetahuannya”. Itulah salah satu keuntungan dosen. Ada yang tertarik jadi dosen.

Perhatikan foto yang dibuat Wiwin, perhatikan rangka baja yang diangkat oleh dua crane (nggak tampak) kapasitas 350 ton. Rangka dibagi dua segmen dan disambung ditengah-tengah secara manual. Perhatikan orang-orang tersebut. Bayangkan berapa ketinggian mereka di sana, dibawah adalah lantai beton, jelas cukup tinggi bukan. Pokoknya kalau jatuh, maut dah !

Teknologi keramik komposit ( Keraton )

Teknologi keramiknya sendiri ternyata terdiri dari blok terpisah seperti ini selanjutnya blok-blok keramik dirakit dan disisipi tulangan yang berfungsi sebagai tulangan tarik untuk menjadi seperti balok sebagai berikut Kalau melihat penampilannya, maka tulangan tersebut juga berfungsi sebagai pengikat dengan semen (kelihatannya khusus) yang berfungsi seperti lem. Pada tahap ini, agar dapat menjadi balok yang baik, yang dapat diangkat dengan aman untuk dipasang di lantai atas adalah sangat tergantung dari teknologinya. Perlu presisi yang cukup baik, karena kalau tidak itu balok menjadi tidak lurus (saling bergeser), juga semennya perlu diketahui apa jenisnya, jika pakai semen biasa, berapa lama rakitan tersebut dapat diangkat. Untuk mengangkatnya juga perlu latihan dulu.

Secara logis bentuk di atas memang dapat diterima, bagian keramik berfungsi sebagai kopel desak, sedangkan tulangan sebagai tulangan tarik. Tulangan dipasang pada ke empat sudut, agar mampu menerima lentur pada semua arah. Tapi ingat, itu semua diarahkan untuk menerima berat sendiri, dan juga berat beton di atasnya, yaitu ketika dicor.

Selanjutnya tujuan dari balok di atas adalah dikembangkan sebagai lantai komposit, yaitu dengan dijajarkan dan diatasnya dicor dengan beton atau mungkin hanya mortar, sebagai berikut.

Inilah mungkin yang dimaksud dengan teknologi keramik komposit (keraton).

Jika melihat bagian atas keramik, bagian yang dicor, terlihat sekali cukup tipis, kurang dari 3 cm. Jadi pengecorannya kelihatannya bukan beton tapi mortar. Jika demikian maka yang dapat diandalkan adalah beton di pinggir-pinggir keramik tersebut, fungsinya seperti balok rib. Secara prinsip itu semua memang dapat bekerja sebagai elemen balok struktur. Bahkan pihak produsennya telah mengujinya di laboratorium .

Bagaimana dibanding beton masif ?

Ya jelaslah, beton masif secara kekuatan untuk ketebalan yang sama tentu akan lebih kuat dibanding lantai tersebut, apalagi jika didesain terhadap beban terpusat yang cukup besar, misalnya gudang.

keunggulan dari penggunaan lantai tersebut adalah
  • dapat berfungsi sebagai perancah tetap, dipasang tanpa perlu pembongkaran. Jadi jelas dari segi perancah ada penghematan
  • adanya rongga maka berat sendiri beton berkurang, jelas ini merupakan suatu keuntungan. Tetapi berapa tepatnya dapat dihemat perlu studi tersendiri, karena untuk pemasangan teknologi tersebut perlu perhatian khusus.
  • rongga juga bagus terhadap suara (lebih kedap ) juga terhadap termal, jadi mestinya lebih sunyi dan dingin. Tentunya ini perlu pengamatan yang lebih baik, karena sifatnya cukup relatif.

Kerugian memakai produk tersebut

  • karena memakai konsep balok, maka lantainya adalah one-way-slab, pengalihan beban dalam satu arah saja. Jadi bentuk lantai yang cocok adalah persegi, dimana balok komposit kraton tersebut ditempatkan pada arah pendeknya. Jadi jika digunakan pada lantai berbentuk bujur sangkar dimana pada keempat sisinya ada balok tumpuan yang di cor sekaligus maka sistem ini tidak cocok.
  • karena bagian beton atau mortar yang menjadi komposit relatif tipis, maka perilaku beban yang cocok adalah lentur global. Jika bebannya kebanyakan merata, lebih cocok, jika dibanding beban terpusat. Jika dipaksa, maka sebaiknya ketebalan beton ditambah, minimal 5 atau 6 cm dengan di atasnya ditambah tulangan. Masalahnya apakah teknologi ini mampu berdiri sendiri, karena jelas jika beton ditambah maka akan bertambah berat juga.
  • untuk pemasangan plafon di bagian bawah, hati-hati. Perlu ditanya apakah keramiknya nggak pecah jika dipaku. Apalagi paku beton. Karena biasanya semakin keras itu keramik, maka semakin non-ductile (getas).

Tentang promosinya yaitu

Pengurangan beban bangunan dengan pemakaian teknologi KERATON (keramik komposit beton) untuk pelat lantai tingkat anda, akan mengurangi daya ayun bangunan sehingga ketahanan akan gempa lebih baik.

Kadang bisa menyesatkan, karena awam pasti beranggapan bahwa jika memakai teknologi tersebut maka rumahnya akan tahan gempa ! Apakah memang betul seperti itu.

Saya kira itu perlu disikapi hati-hati. Memang benar sih, semakin ringan, maka suatu bangunan akan lebih baik terhadap gempa. Ingat rumus neweon F=m.a . Jadi jika massa bangunan berkurang maka gaya gempa yang terjadi akibat percepatan gempa juga berkurang pula khan.

Tapi ingat, bahwa dalam hal ini teknologi keramik komposit diposisikan sebagai lantai, dimana dalam hal penyaluran gaya-gaya, maka dia hanya berfungsi sebagai penahan beban-beban gravitasi saja. Kalaupun gempa, paling-paling berfungsi sebagai diagframa, meskipun dalam hal ini perlu disangsikan karena beton di atasnya relatif tipis. Apa bisa efektif gitu.

Padahal yang memegang peran penting bagi bangunan tahan gempa adalah struktur frame yaitu terdiri dari balok dan kolom.

Jadi jika ada pernyataan penjualnya bahwa jika pakai produk tersebut pasti akan tahan gempa adalah tidak tepat

Spesifikasi pembebanan

ingin menjadi insinyur sipil yang profesional adalah keinginan setiap orang (lulusan teknik sipil yang seneng struktur tentunya). Profesional yang dimaksud di sini adalah bukan mempunyai sertifikat profesional aja lho, tetapi benar-benar mampu bekerja sesuai yang diharapkan oleh owner (pemberi kerja), mampu memberikan solusi yang menyelesaikan permasalahan. Tentu saja itu di bidang engineering.

Kriteria kepuasan owner tentu saja harus dimulai dari fungsinya terlebih dahulu yaitu keselamatan (strength and ductile), kenyamanan (stiffnes) yang sekarang mungkin ada unsur keselamatan lingkungan. Baru setelah itu unsur-unsur bisnis, misalnya sesuai budget (ekonomis), dapat dikerjakan dan sebagainya.

Untuk mendapatkan hal-hal seperti itu bagaimana caranya. Salah satu cara yang ampuh / efektif adalah kemampuan engineer untuk memperkirakan beban-beban apa yang akan bekerja pada struktur rancangannya tersebut. Ini tidak gampang, pengalaman tidak menjamin (tergantung pengalamannya di mana), untuk itu insinyur harus selalu meningkatkan pengetahuan dan wawasannya, juga perlu saling berinteraksi satu sama lain, mempelajari pengalaman orang-orang lain yang pernah sukses dengan kasus serupa. Langkah yang efektif adalah banyak membaca dan juga yang paling penting (menurutku) adalah selalu rutinlah berkunjung pada blog ini.

Mengapa sih ?

Blog ini ternyata sudah menjadi kebutuhan bersama para engineer, khususnya di Indonesia. Buktinya ? Mereka-mereka sudah tidak segan-segan berbagi pengetahuan maupun informasi yang mereka miliki. Diskusi maksudnya pak ? Bukan, tidak hanya diskusi lebih dari itu, yaitu literatur-literatur digital. Itu tidak hanya sekali, beberapa teman engineer telah banyak yang mengirim jurnal, code, dsb-nya tentang structural engineering. Ada beberapa CD ya, wah lupa, pokoknya kalau mau baca seminggu aja pasti udah teler.

Misalnya ini lho tentang spesifikasi pembebanan , udah punya belum :

A m e r i c a n S o c i e t y o f C i v i l E n g i n e e r s

M i n i m u m D e s i g n L o a d s f o r B u i l d i n g s a n d
O t h e r S t r u c t u r e s

A. S_ C. E atau S. E_ I seri 7 tahun 05

Chapter 1 – General (down-load PDF 178 kb)

Chapter 2 – Combinations of Loads (down-load PDF 75 kb)

Chapter 3 - Dead Loads Soil Loads and Hydrostatic Pressure
(down-load PDF 53 kb)

Chapter 4 – Live Loads (down-load PDF 221 kb)

Chapter 5 – Flood Loads (down-load PDF 164 kb)

Chapter 6 – Wind Loads (down-load PDF 2,232 kb)

Chapter 7 – Snow Loads (down-load PDF 474 kb)

Chapter 8 – Rain Loads (down-load PDF 37 kb)

Chapter 9 - Reserved for Future Provisions (down-load PDF 26 kb)

Chapter 10 - Ice Loads-Atmospheric Icing (down-load PDF 576 kb)

Chapter 11 - Seismic Design Criteria (down-load PDF 498 kb)

Chapter 12 - Seismic Design Requirements for Building Structures
(down-load PDF 1,242 kb)

Chapter 13 - Seismic Design Requirements for Nonstructural Components
(down-load PDF 553 kb)

Chapter 14 - Material-Specific Seismic Design and Detailing Requirements
(down-load PDF 528 kb)

Chapter 15 - Seismic Design Requirements for Nonbuilding Structures
(down-load PDF 760 kb)

Chapter 16 - Seismic Response History Procedures
(down-load PDF 118 kb)

Chapter 17 - Seismic Design Requirements for Seismically Isolated Structures
(down-load PDF 533 kb)

Chapter 18 - Seismic Design Requirements for Structures with Damping Systems
(down-load PDF 734 kb)

Chapter 19 - Soil Structure Interaction for Seismic Design
(down-load PDF 134 kb)

Chapter 20 - Site Classification Procedure for Seismic Design
(down-load PDF 88 kb)

Chapter 21 - Site-Specific Ground Motion Procedures for Seismic Design
(down-load PDF 1,633 kb)

Chapter 22 - Seismic Ground Motion and Long-Period Transition Maps
(down-load PDF 1,424 kb)

Chapter 23 - Seismic Design Reference Documents (down-load PDF 147 kb)

Appendix 11A Quality Assurance Provisions
Appendix 11B Existing Building Provisions
Appendix C Serviceability Considerations (down-load PDF 239 kb)

pengamatan visual jembatan

Jembatan adalah suatu konstruksi yang gunanya untuk meneruskan jalan melalui suatu rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain yang berupa jalan air atau jalan lalu lintas biasa. Jika jembatan itu berada di atas jalan lalu lintas biasa maka biasanya dinamakan viaduct.

Jika dibandingkan dengan bangunan-bangunan sipil lainnya, jembatan mempunyai kekhususan, yaitu :

1. Pada umumnya jembatan tidak terlindung atau berhubungan langsung dengan lingkungan.

2. Penggunaan jangka panjang, biasanya dirancang limapuluh tahun, namun karena pemeliharaan yang baik mampu mencapai seratus tahun.

3. Intensitas dan beban kendaraan yang cenderung selalu naik dan jenis kendaraan yang lewat semakin bervariasi.

Pada umumnya jembatan direncanakan dapat berfungsi selama masa layan tertentu. Dalam masa layannya jembatan memerlukan pemeliharaan, karena semakin tua jembatan, strukturnya akan mengalami degradasi, baik disebabkan karena durabilitas material komponen jembatan, kondisi lingkungan sekitar jembatan, maupun akibat bencana alam yang pada akhirnya dapat mengurangi kemampuan layan jembatan tersebut baik dari segi keamanan dan kenyamanan bagi pengguna. Selain itu juga untuk antisipasi terjadinya perkembangan atau perubahan jenis dan muatan angkutan, yang meningkat baik volume maupun berat muatan yang bisa lebih besar dari beban rencana.

Dalam rangka pemeliharaan jembatan perlu dilakukan pemeriksaan jembatan secara rutin dan periodik. Di negara maju, biasanya dana yang dialokasikan untuk pemeriksaan dan pemeliharaan jembatan existing dan rehabilitasi lebih besar dibandingkan dana yang digunakan untuk membangun jembatan baru. Sedangkan di negara berkembang, dana masih lebih banyak digunakan untuk membangun jembatan-jembatan baru.

Secara umum tujuan pemeriksaan adalah untuk menjamin keberlangsungan fungsi jembatan dengan biaya pemeliharaan yang optimal. Dari hasil pemeriksaan dapat diketahui kerusakan-kerusakan yang terjadi sehingga dapat dilakukan penanganan dini sebelum kerusakan semakin parah dan biaya penanganannya lebih besar atau bahkan bisa sampai membangun jembatan baru.Akibat yang didapat karena tidak terpeliharanya jembatan, seringkali berpengaruh terhadap kecelakaan lalu lintas yang dapat membahayakan jiwa manusia. Seperti masalah expansion joint yang dibiarkan rusak yang mengakibatkan kendaraan melambat atau bahkan melakukan pengereman mendadak sehingga kendaraan dibelakangnya yang tidak siap menabrak. Korosi yang terjadi pada joint-joint rangka baja atau pada perletakan yang dibiarkan akan membahayakan pengguna jembatan.

Di Indonesia terdapat ratusan ribu jembatan dan melihat kondisi beberapa jembatan yang penyusun amati, terutama di Sleman, nampak kurang adanya pemeliharaan rutin yang dilakukan. Dan mungkin begitu juga dengan ratusan ribu jembatan yang tersebar di seluruh Indonesia.Sampah dan tumbuh-tumbuhan yang terdapat di sekitar atau pada bangunan jembatan menunjukkan jembatan tersebut kurang dari pemeliharaan. Kesadaran masyarakat sekitar untuk ikut memelihara jembatan masih kurang. Rasa memiliki fasilitas yang disediakan negara masih belum tertanam dengan baik dalam masyarakat.

Jembatan Kali Sempor yang terletak di atas Sungai Sempor, Turi, Sleman ini juga seharusnya tak lepas dari pemeliharaan dan evaluasi. Namun melihat kondisinya sekarang nampaknya jembatan ini jauh dari pemeliharaan yang semestinya dilakukan.

Kondisi Jembatan

1. Kondisi Rangka BajaHampir seluruh komponen rangka baja telah berkarat. Kemungkinan besar ini disebabkan oleh korosi atmosfir. Kemungkinan penyebab korosi :

1. tidak adanya perawatan atau pemeliharaan pada jembatan, misalnya pengecatan pada rangka baja, membuat jembatan lebih cepat terkena korosi atmosfir.

2. Pembuangan sampah sembarangan di sekitar abutmen jembatan membuat udara sekitar jembatan menjadi bersifat asam.

3. Air hujan atau embun yang tidak cepat mengering, terutama pada bagian-bagian baja yang tersembunyi (pada sambungan baja) membuat baja lebih cepat terserang karat.

Kerusakan lainnya, pada salah satu batang vertikal ada yang bengkok. Penulis tidak tahu penyebabnya, yang jelas ini disebabkan oleh benturan. Dengan adanya batang bertikal yang bengkok ini jelas telah mengurangi kekuatan dari batang tersebut. Yang sebenarnya kekuatannya juga telah berkurang dengan adanya korosi yang terjadi. Karena dengan terkorosinya rangka baja, luas penampang efektif baja berkurang, sehingga tegangannya bertambah besar. Dan jika telah melampui tegangan ijinnya rangka baja akan runtuh.

2. Kondisi Permukaan Perkerasan Jalan

Permukaan perkerasan tidak rata dan terjadi retak kulit buaya pada beberapa penampang serta terdapat lubang pada dek dan oprit jembatan. Lubang yang terjadi pada perkerasan di dek jembatan kemungkinan diawali oleh keretakan yang terjadi. Yang menyebabkan air masuk ke lapisan aspal sehingga menyebabkan ikatannya berkurang dan terjadi pengelupasan aspal yang makin lama diikuti oleh lepasnya agregat pondasi atas. Lubang perkerasan pada oprit jembatan, kemungkinan disebabkan adanya penurunan timbunan. Dan bila tidak segera diperbaiki maka air yang masuk dalam timbunan akan membuat penurunan timbunan lebih cepat, dan hal ini tentu akan membahayakan abutmen jembatan.

3. Drainasi Jembatan

Tidak ada drainasi pada jembatan, air turun melalui lubang yang ada pada perkerasan maupun pada sambungan baja. Air yang tidak dapat mengalir ke bawah terjebak di permukaan perkerasan yang tidak rata, sebagian menguap dan sebagian lagi meresap dalam perkerasan. Dan tentu saja air yang meresap ke dalam lapis perkerasan ini menyebabkan kerusakan pada perkerasan jalan jembatan.

4. Kondisi Dek Jembatan

Dek jembatan yang terbuat dari kayu nampak mulai mengalami pelapukan akibat dari air yang meresap melalui perkerasan yang berlubang maupun rembesan dari permukaan perkerasan. Pelapukan jelas akan mengurangi kekuatan kayu dalam menahan beban.

5. Kondisi Gelagar

Kondisi gelagar memanjang maupun melintang juga sudah berkarat pada hampir semua luas penampangnya. Kemungkinan penyebab korosi sama dengan rangka atas jembatan, demikian juga dengan jenis korosi yang terjadi.

6. Kondisi Perletakan (Bearing)

Kondisi perletakan tidak dapat penyusun amati dengan baik karena sangat sulit untuk bisa melihat maupun mengambil gambar tanpa bantuan perlengkapan yang memadai dan juga karena tertutupi oleh tumbuhan liar. Secara kasar kondisi yang dapat diamati adalah bahwa sekitar perletakan telah tertutupi tumbuhan dan sampah. Korosi juga telah menyerang komponen jembatan ini.

7. Kondisi Abutmen

Kondisi abutmen benar-benar menunjukkan tanpa adanya perawatan dan pemeliharaan pada jembatan sejauh ini. Sampah dan tumbuhan tidak dibersihkan dari sekitar abutmen. Jadi kalau ada kerusakan, misalnya retak, tidak dapat diamati secara langsung.

Analisis Kerusakan

Kerusakan yang terjadi dan kemungkinan penyebabnya :

  1. Kerusakan yang terjadi adalah korosi pada hampir seluruh penampang rangka baja, batang vertikal ada yang bengkok, pada perkerasan terjadi retak dan lubang.
  2. Kemungkinan penyebab kerusakan karena korosi : a) tidak adanya perawatan atau pemeliharaan pada jembatan, misalnya pengecatan pada rangka baja, membuat jembatan lebih cepat terkena korosi atmosfir. b) Pembuangan sampah sembarangan di sekitar abutmen jembatan membuat udara sekitar jembatan menjadi bersifat asam. c) Air hujan atau embun yang tidak cepat mengering, terutama pada bagian-bagian baja yang tersembunyi (pada sambungan baja) membuat baja lebih cepat terserang karat.

3. Kemungkinan penyebab kerusakan retak pada perkerasan : a) Lapis pondasi atau lapis aus terlalu getas. b) Bahan lapis pondasi dalam keadaan jenuh air. c) Modulus dari material lapis pondasi rendah. d) Kelelahan dari permukaan.

4. Kemungkinan penyebab lubang pada perkerasan : a) Lubang yang terjadi pada perkerasan di dek jembatan kemungkinan diawali oleh keretakan yang terjadi. Yang menyebabkan air masuk ke lapisan aspal sehingga menyebabkan ikatannya berkurang dan terjadi pengelupasan aspal yang makin lama diikuti oleh lepasnya agregat pondasi atas. b) Lubang perkerasan pada oprit jembatan, kemungkinan disebabkan adanya penurunan timbunan. Dan bila tidak segera diperbaiki maka air yang masuk dalam timbunan akan membuat penurunan timbunan lebih cepat.